Oleh: A. Junaidi, SE, ME
D
|
i negara kita
sesungguhnya sejak lama telah beroperasi perusahaan
penjaminan, yaitu Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum
Sarana) yang awal mulanya merupakan Perusahaan Lembaga
Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) yang didirikan tahun 1971
serta PT. Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia (PT. PKPI)
mewakili perusahaan swasta didirikan tahun 1995-an dimana
bisnis utamanya adalah menjamin kredit UKM, dan koperasi.
Sela!n itu masih ada perusahan asuransi kredit yaitu PT
Askrindo didirikan 1971 yang menyelenggarakan penjaminan
dalam bentuk financial Guarentee antara lain Surety Bond,
Customs Bond, dan Asuransi Kredit Perdagangan.
Dahulu Lembaga
Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) merupakan BUMN bernaung
dibawah Departemen Transmigrasi, Koperasi dan Tenaga Kerja.
Tugas utama LJKK adalah menjamin skim kredit yang disalurkan
kepada koperasi. Sejarah mencatat bahwa sejak berdirinya
LKJJ telah banyak memberikan bantuan kepada koperasi dalam
hal penjaminan sehingga citra koperasi di masyarakat menjadi
baik. Selanjutnya untuk lebih mengembangkan kemampuan
keuangan koperasi sekaligus menyehatkan beroperasinya
lembaga penjaminan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 51/1981 dibentuklah Perusahaan Umum Pengembangan
Keuangan Koperasi. Selanjutnya sejak terbitnya Peraturan
Pemerintah Nomor 95 tahun 2000, nama Perum PKK diubah
menjadi Perum Sarana Pengembangan Usaha dengan harapan dapat
menjangkau sasaran tidak hanya koperasi tapi juga dapat
menjangkau pelayanan bagi Usaha Kecil dan Menengah. Sekarang
Perum sarana berada dibawah naungan Kantor Meneg BUMN.
Tanpa mengecilkan
arti kehadiran perusahaan penjamin di Indonesia bagi
pengembangan KUKM yang selama ini dirasakan cukup membantu,
maka dari sini jumlah dan kemampuan jangkauan pelayanan
masih dirasa sangat terbatas. Oleh karena itu menjadi tugas
kita bersama untuk memperbanyak tumbuhnya lembaga penjamin
di berbagai daerah dengan harapan dapat melayani KUKM yang
jumlahnya mencapai lebih 40 juta unit dan tersebar di
seluruh pelosok tanah air.
Pengalaman
Beberapa Negara
Di Asia
penyelenggaraan usaha asuransi dan penjaminan seringkali
disebut pelengkap kredit (credit supplements). Sebagian
besar organisasi asuransi dan penjaminan kredit di Asia
menjadi anggota The Asian Credit Suplementation Institution
Confederation (ASCIC).
Sebagian besar
dari ke empat belas anggotanya berasal dari sektor institusi
publik. Anggota dari
Indonesia adalah PT ASKRINOO dan Perum Sarana.
Hampir semua negara di
dunia ini telah mengoperasikan sistem penjaminan kredit bagi
UKM. Jepang merupakan salah satu contoh negara yang
menyelenggarakan sistem penjaminan dengan baik.
Di Jepang implementasi
penjaminan kredit diselenggarakan oleh Credit Guarantee
System yang diselenggarakan oleh Credit Guarantee
Corporation Jepang (CGCS) dan Credit Insurance
System (CIC) yang diselenggarakan Small Business
Credit Insurance Corporation dengan mengansuransikan
jaminan tersebut. Di Jepang terdapat 52 lembaga penjaminan
kredit (CGCS) disetiap Prefecture (semacam kabupaten).
Di Taiwan peranan UKM,
dalam perekonomian sangat menonjol dan dominan begitu
hebatnya, sehingga di Taiwan diibaratkan sebagai the Kingdom
"of SMEs. Kuatnya posisi UKM di Taiwan disebabkan oleh
perhatian pemerintah yang sangat besar dalam menciptakan
iklim usaha yang disertai berbagai bantuan penguatan yang
mendorong pertumbuhan dan kemajuan UKM. Salah satu kebijakan
Pemerintah yang turut mempercepat tumbuh kembangnya UKM di
Taiwan adalah dibentuknya Small and Medium Business Credit
Guarantee Fund (SMBCGF) pada tanggal 9 Juli 1974.
Pembentukan lembaga
penjamin kredit bagi UKM (SMBCGF) di Taiwan dimaksudkan
untuk mengatasi kendala yang dihadapi UKM dalam akses
permodalan karena tidak memiliki kolateral yang cukup untuk
memperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan (perkreditan).
Adanya SMBCGF ini sangat membantu UKM yang potensial untuk
berkembang lebih cepat.
Dalam sistem penjaminan
kredit di Taiwan, SMBCGF berfungsi sebagai penjamin atas
kredit yang diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan seperti
Lembaga Keuangan non-Bank, Bank Swasta, Lembaga Trust dan
Investasi bagi UKM dan sebagainya. Pengalaman menarik dari
Taiwan ini yang sampai sekarang masih berlangsung dengan
baik adalah terjalinnya hubungan antara SMBCGF yang
berorientasi non profit dengan lembaga-lembaga keuangan yang
berorientasi profit dalam membantu UKM.
Sistem penjaminan kredit
bagi UKM ini didasarkan atas risk sharing di mana
SMBCGF menanggung risiko yang lebih besar, sedangkan pihak
pemberi kredit menanggung risiko yang lebih kecil. Dalam
melaksanakan penjaminan, SMBGF bekerjasama dengan berbagai
lembaga keuangan bank dan non bank. Ruang lingkup kerjasama
tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1) Permohonan
jaminan kredit diskrining dan diteliti terlebih dahulu oleh
lembaga keuangan penyedia kredit.
2) Jika
permohonan tersebut dinilai memenuhi ketentuan dan
persyaratan SMBCFG maka lembaga keuangan dimaksud boleh
memberikan kredit berdasarkan batas limit kewenangan yang
diberikan SMBCGF.
3) Namun jika
permohonan melampaui batas limit yang ditentukan maka
lembaga keuangan menyerahkan dokumen-dokumen permohonan
disertai laporan keuangan hasil investigasinya kepada SMBCGF
untuk diteliti lebih lanjut.
4) Biasanya
jaminan kredit yang diberikan sekitar 50% -90%, dan
rata-rata sebesar 80%, dan hal ini sangat tergantung pada
kinerja bisnis UKM atau dilihat juga dari catatan rekor
kreditnya.
5) Dalam sistem
penjaminan kredit ini 80% dijamin SMBNGF dan 20% sisanya
menjadi tanggungan lembaga keuangan.
Di Australia
untuk memfasilitasi penjaminan kredit bagi UKM tetah
didirikan Small Business Development Corporation
(SBDC – Koperasi Pengembangan Usaha Kecil). SBDC
menjalankan program atas nama pemerintah Australia Barat dan
dibentuk sebagai respons atas undang-undang jaminan usaha
kecil (Small Business Guarantees Act) tahun 1984. SBDC
menyelenggarakan program jaminan pemerintah Australia Barat
bagi usaha kecil untuk menutup 90% kekurangan jaminan untuk
pendanaan dari bank.
Selain itu,
penjaminan juga diberikan oleh kelompok swasta. Kontraktor
utama atau Perusahaan "Bapak Angkat" sering menjamin kredit
atas anak angkatnya. Tiga LSM internasional besar memiliki
program dalam kredit mikro dan kecil seperti Women's
World Banking, ACCION International dan FUNDES,
ketiganya berperan aktif dalam mendukung mekanisme
penjaminan untuk pinjaman UKM. Beberapa yayasan dan gereja
di AS serta negara lain menggunakan dana mereka untuk
menjamin terutama untuk penjamjnan perumahan.
Variasi lain
dikenal dengan penjaminan bersama (mutual guarantee).
Beberapa
pengusaha menciptakan suatu dana untuk menjamin bersama bagi
setiap pinjaman. Kenyataannya hampir di semua tempat, skim
penjaminan seperti itu membutuhkan peranan yang besar dari
pemerintah. Hal semacam itu ternyata sangat populer dan
sukses di Eropa. Seringkali usaha-usaha seperti itu belum
sukes dilakukan di negara lain.
Penjaminan
bersama (mutual guarantee) jangan yang dicampuradukan
dengan kelompok yang dinilai "bertanggung jawab" terlibat
dalam skim kecil dan mikro, termasuk pinjaman untuk
pertanian. Di dalam program ini, anggota kelompok peminjam
memiliki tanggung jawab bagi yang !ain (tanggung renteng).
Ini mirip dengan kelompok atau perkumpulan penabung yang
bertanggung jawab untuk pinjaman tersebut (sehingga
merupakan suatu penjaminan partial kepada peminjam).
Kenyataan menunjukkan, bilamana sebuah anggota kelompok
gagal maka semua anggota kelompok tidak memenuhi syarat
untuk mendapatkan pinjamam berikutnya. Jumlah yang terlibat
dalam skim variasi sangat banyak dan detailnya amat
bervariasi tetapi hampir semua dari mereka melibatkan
penjaminan serupa, ketimbang menjamin secara penuh pemulihan
pinjaman macet (credit recovery) tehadap semua
anggota kelompok, walaupun secara normal hal tersebut dapat
dipraktekkan.
Pengertian,
Tujuan dan Karakteristik Penjaminan
Penjaminan dan
asuransi sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda. Tetapi
dalam praktek seringkali sulit membedakan atas kedua
pengertian itu. Penjaminan keuangan adalah sebuah perjanjian
pihak ketiga untuk menutup sebagian dari potensi kerugian
kepada yang meminjamkan atas suatu pinjaman bilamana
pinjaman tersebut tidak dibayar penuh. Sebuah jaminan hutang
mirip dengan asuransi kredit, dan sulit dibedakan dengan
seperti penjaminan yang berhubungan dengan penaksiran
sebelum penetapan asuransi(actuarially) . Karakteristik
penjaminan ditandai oleh tiga hal utama :
1)
Biaya Penjaminan
Biaya penjaminan
mencakup biaya administrasi dan biaya-biaya yang diperlukan
di dalam penjaminan, seperti biaya pembayaran kerugian.
Kedua biaya tersebut biasanya dijadikan pertimbangan di
dalam banyak kasus. Besar kecilnya biaya penjaminan
ditentukan antara lain:
b.
Biaya penjaminan bisa sangat tinggi bilamana
perusahaan penjaminan harus melakukan seluruh analisis
kredit dari lembaga kredit, dari pada sebatas meriview
sekedar untuk menegaskan (affirming). Pada kasus
Jepang dan Korea, lembaga penjaminan melakukan proses
penilaian pendahuluan, dan kemudian berlanjut kepada lembaga
kredit untuj dilakukan pertimbangan. Sehingga pada biaya
administrasi penjaminan dapat dikurangi.
c.
Biaya penjaminan akan berkurang sebagai dampak dan
tercapainya efisiensi kolektif. Pada kasus dimana peran
kelompok koperasi, LSM dapat berjalan semestinya, maka
penyelenggaraan peminjaman dengan melibatkan
organisasi-organisasi itu barangkali dapat menurunkan biaya
lembaga kredit.
d.
Biaya penjaminan juga tergantung dari besarnya skala
kredit nilai yang akan dijamin. Penjaminan dapat dibedakan
sampai pada mereka yang menjamin kredit (80-100)% dari
pinjaman. Kasus-kasus ini umumnya terjadi di AS dan Eropa.
Lembaga penjaminan melakukan analisis secara menyeluruh
terhadap kredit untuk setiap pinjaman. Namun demikian
penjaminan secara penuh (full guarantee) banyak yang
menentangnya. Hal ini disebabkan leverege menjadi lebih
rendah. Selain itu beberapa lembaga kredit tidak memiliki
uang tagihan (financial stake) atas pinjaman yang
lamban proses penagihan kredit. Dilain pihak, penjaminan
dengan persentase skala sangat kecil tidak mungkin menjadi
insentif yang berarti untuk membuat pinjaman. Hampir tidak
ada skim penjaminan yang menyediakan kurang dari 50 %
penjaminan. Kenyataannya 50% penjaminan merupakan norma umum
yang berlaku di negara-negara berkembang.
e.
Penjaminan juga dapat dibedakan pada syarat
eligibilitas dan hal itu sangat berkaitan dengan besarnya
biaya administrasi yang harus dikeluarkan. Sebagai indikasi,
bila lembaga penjaminan menanggung seluruh biaya evaluasi,
maka biaya penjaminan menjadi sangat tinggi. Bilamana hal
itu dilakukan dengan mengandalkan penilaian bank yang
sesimpel mungkin, maka dengan sendirinya akan menimbulkan
risiko tinggi. Beberapa skim penjaminan mencoba melindungi
dirinya berdasarkan pengalaman lembaga kredit atas pemulihan
suatu kredit, dalam menentukan kesanggupan (eligibility)
lembaga kredit yang akan berpartisipasi dalam program
penjaminan.
f.
Penjaminan juga membedakan di dalam biaya yang dibebankan
kepada peminjam.
Beberapa penjamin
dibiayai sendiri secara penuh. Debitur membayar fee pinjaman
mencakup seluruh biaya penjaminan yang diekspektasi untuk
level kegagalan. Pada kasus yang ekstrim, debitur tidak
membayar apapun dan mendapatkan pinjaman secara cuma-cuma.
Profit yang paling besar untuk penjamin adalah bila menjamin
secara penuh, dan dalam hal ini banyak skim penjaminan
pemerintah dapat menutup sebagian besar biaya. Studi
terhadap 71 program menunjukkan, tidak ada satupun yang
dapat menutup seluruh biaya penjaminan dari pendapatan
feenya. Sejumlah skim penjaminan juga menutup biaya mereka
yang terdiri dari kombinasi fee, pemulihan pinjaman macet/
penagihan piutang subrogasi (credit recovery). Di
lain pihak, seluruh biaya penjaminan mungkin dapat menjadi
sangat tinggi, sehingga di dalam beberapa kasus menjadi
tidak layak untuk difasilitasi melalui skim penjaminan.
g.
Tingkat fee penjaminan sangat beragam mulai dari (1-6)% atau
tergantung pada persetujuan waktu penjaminan atau atas dasar
tahunan.
India mengenakan 3% (untuk penjaminan 50%.), Malaysia dan
Israel 1%, SBA Amerika Serikat mengenakan fee sebesar 2%
sesuai dengan persetujuan waktu penjaminan. Di Indonesia fee
penjaminan berkisar (1 -2) % per tahun.
1)
Leverage atau gearing ratio
Secara garis
besar, penjaminan memiliki dua kemungkinan tujuan. Pertama,
bertujuan meningkatkan seluruh volume peminjaman dengan cara
meningkatkan leverege atau gearing ratio. Leverage
atau gearing ratio dalam penjaminan dapat diilustrasikan
sebagai berapa kali kekuatan pengungkit atas equity yang
dimiliki perusahaan penjaminan untuk menjamin sejumlah
kredit UKM kepada lembaga keuangan.
Di Jepang
perusahaan penjaminan diperbolehkan melakukan ekspansi
penjaminan (gearing ratio) sebesar 50- 60 kali. Pada German
Fund leverage perusahaan penjaminan dapat mencapai 26 kali.
Dalam sebagian besar kasus yang terjadi pada German Fun.
Di Indonesia
gearing ratio perusahaan penjamin dapat mencapai 20 kali
atau dengan asumsi non performance loan maksimal 5 %.
Artinya jika perusahaan penjamin memiliki modal Rp 10 milyar
dan menjamin Rp 200 milyar serta 5% dari UKM yang dijamin
macet, maka seluruh modal perusahaan penjamin tersebut akan
habis untuk menutup klaim atas kredit macet tersebut. Sebuah
studi mengemukakan bahwa sangat sulit memenuhi program
penjaminan yang berkelanjutan dengan tingkat kegagalan
kredit lebih dari 5 %.
Suatu fenomena
yang berhubungan dengan dana penjaminan formal adalah
deposito terkait (linked deposits). Di AS deposito terkait
ini biasanya bersumber daripada negara bagian yang
ditempatkan di bank. Seringkali mendapatkan bunga lebih
rendah dari tingkat bunga pasar, sebagai konpensasi bagi
bank yang memiliki komitmen untuk membantu UKM pada level
tertentu, perumahan atau pinjaman pertanian.
Dalam kasus lain,
penjaminan hanya bertujuan membagikan risiko kepada berbagai
pihak yang turut terlibat dalam mendukung program itu,
misalnya suatu bank untuk meningkatkan pinjaman yang lebih
banyak kepada UKM. Contoh : pemerintah bermaksud mendukung
bank-bank untuk menyalurkan pinjaman, dan mendukung bank
tersebut berbagi risiko. Dengan demikian penjaminan mungkin
dapat diperluas walaupun tidak ada leverage ataupun negative
leverege bilamana tujuannya adalah mendorong bank untuk
memberi pinjaman dimaksud, daripada meningkatkan volume
pinjamannya.
Dilain pihak
sejumlah skim penjaminan yang lebih besar tidak dibiayai
sendiri tetapi memerlukan dana langsung dari pemerintah atau
budget proyek bantuan donor. Ini merupakan kasus dengan
program penjaminan yang dilakukan oleh Small Business
Administration (SBA) di Amerika Serikat. Sejak 1990,
penjaminan yang diperoleh dari US Federal Buget harus
dihitung penuh sebagai pengeluaran.
2)
Kredibilitas perusahaan penjaminan
Kredibilitas
perusahaan penjaminan sangat tergantung pada tingkat
solvensi yang dimilikinya.Tingkat solvensi perusahaan
penjaminan merupakan kesanggupan untuk melunasi hutangnya
dari para peminjam jika terjadi kegagalan pembayaran kredit.
Tingkat solvensi berkaitan dengan seberapa besar equity
dalam bentuk likuid dapat digunakan dalam menalangi
kegagalan atas kredit macet yang dijaminnya. Makin baik
tingkat solvensi suatu perusahaan penjaminan makin kredibel
di mata bank.
Makin buruk
tingkat solvensi perusahaan penjaminan , makin tidak
kredibel di mata bank.
Sumber keuangan
dalam rangka meningkatkan solvensi perusahaan penjaminan
dapat berasal antara lain dari : fee penjaminan dan
penagihan piutang subrogasi serta bantuan dana donor atau
pemerintah.
Fee penjaminan
merupakan pendapatan perusahaan penjaminan yang dibayar oleh
debitur bank yang dijaminnya. Besarnya fee penjaminan
biasanya antara 1 -2 % per tahun atau tergantung dari nilai
kredit, jangka waktu dan tingkat kegagalan dari suatu usaha.
Piutang subrogasi
merupakan hak tagih dari perusahaan penjaminan sebagai
akibat dari telah dibayarnya klaim kredit bank. Piutang
subrogasi timbul karena sifat pembayaran klaim dari
perusahaan penjaminan kepada bank dianggap sebagai talangan.
Karena dianggap talangan maka dengan sendirinya perusahaan
penjaminan tetap memiliki hak tagih kepada debitur bank.
Jika penagihan piutang subrograsi berjalan Iancar, maka
perusahaan penjaminan mendapatkan penggantian dana talangan
yang telah dibayarkannya kepada bank. Keberhasilan
perusahaan penjaminan mengumpulkan piutang subrograsi akan
sangat tergantung pada keberhasilan bank dalam melakukan
credit recovary
Oi dalam banyak
kasus, bank mengalami kesulitan dalam menagih piutang.
Seringkali pengumpulannya difasiltasi dengan mendepositokan
sejumlah dana terentu dengan pihak yang meminjamkan, disini
berlawanan dengan dimana penjaminan dapat dikumpulkan. Kasus
semacam ini biasa terjadi pada penjamin swasta, yang
memiliki uang tunai deposito dalam jumlah besar.
Kredibilitas juga
berhubungan dengan standar administrasi dan efisiensi
lembaga penjamin. Sebagai contoh, ambang batas perbedaan
yang ada untuk eligibilitas dalam mengklaim penjaminan.
Biasanya suatu tingkat upaya pengumpulan harus ditunjukkan
dan beberapa skim program penjaminan meminta dilakukannya
auditing untuk setiap klaim (tuntutan) atau beberapa contoh
dari suatu klaim. Yang terjadi disebutkan terakhir itu
biasanya merupakan kasus di dalam program yang menjamin
secara otomatis seluruh katagori klaim. Secara ekstrem skim
penjamin menuntut dilakukan eksekusi putusan pengadilan atau
keputusan pengadilan yang menetapkan kebangkrutan. Lebih
dari kebiasaan yang normal, beberapa periode harus melewati
masa jatuh tempo.
Ini bisa dimulai
dari 15 hari dalam satu skim penjaminan seperti di Solvenia
dan hingga 15 bulan di Malaysia. Periode lebih pendek
merupakan kasus yang biasa. Banyak penjaminan dipicu oleh
reklasifikasi bank-bank dari pinjaman yang terkait telah
jatuh tempo sesuai dengan standar supervisi.
Krisis kepercayaan bank terhadap perusahaan penjaminan di di
negara kita kelihatannya sangat serius.
Krisis kepercayaan ini bermula dari ketidakmampuan
perusahaan penjaminan menyelesaikan pembayaran klaim kepada
bank terutama yang berkaitan dengan penyelesaian kredit
program yang kebanyakan macet. Krisis kepercayaan juga
dipicu oleh rumitnya birokrasi dalam penyelesian klaim,
tingginya fee penjaminan, serta waktu penyelesaian klaim
yang dianggap terlalu lama. Sehingga ungkapan " Fee is
Obligatory but claim is optional" suatu sindiran yang tepat
untuk perusahaan penjaminan di negara kita.
Potensi Pasar
Secara
teoritis terdapat peluang cukup besar untuk merintis
tumbuhnya lembaga penjamin kredit kredit di daerah. Hal ini
mengingat permintaan kredit di Indonesia masih cukup tinggi.
Tingginya permintaan kredit dapat diartikan sebagai besarnya
potensi pasar bagi lembaga penjamin.
Diagram
dibawah ini mengilustrasikan pangsa pasar lembaga penjaminan
kredit. Memperhatikan diagram, terutama kuadran IV maka yang
menjadi pasar lembaga penjaminan kredit adalah UKM atau
Koperasi yang mengajukan kredit ke Bank dengan menunjukkan
usahanya sangat layak tetapi tidak memiliki agunan yang
cukup.
Rintisan Lembaga
Penjaminan Kredit di daerah
Sejak
ditandatangai Surat Keputusan Bersama antara Menegkop dan
UKM dengan Menteri Dalam Negari dan Otoda tahun 2000,
peluang untuk merintis tumbuhnya lembaga penjamin daerah
semakin besar. Hal ini terlihat pula dari besarnya minat
daerah untuk segera merintis tumbuhnya lembaga penjaminan
kredit di daerah. Peluang untuk merintis tumbuhnya lembaga
penjamin di daerah juga semakin besar bersamaan dengan
adanya program penyediaan Dana Penjaminan Kredit KUKM tahun
2002 dan Dana MAP Pola Penjaminan Tahun Angggaran 2001 dari
eks. BPS-KUKM dan Dana Penjaminan
Kredit dari
Kementerian KUKM tahun Anggaran 2003 sebesar Rp. 95 Miliar
serta kesediaan sejumlah daerah menyediakan dana untuk
pendirian lembaga penjaminan kredit di daerah. Saat ini
terdapat beberapa Dinaskop dan UKM tingkat Provinsi yang
mendorong tumbuhnya lembaga penjaminan kredit UKM di daerah.
Daerah-daerah tersebut antara lain: Provinsi Sumatera
Selatan, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Yogyakarta, Provinsi
Sulawesi Selatan dan Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, sejauh ini masih terdapat beberapa
persoalan mendasar yang perlu mendapatkan upaya pemecahan
lebih lanjut terutama yang menyangkut aspek-aspek berikut
ini :
1. Persoalan
pemenuhan setoran modal minimum dalam rangka pendirian
lembaga penjaminan kredit UKM di di daerah. Mengingat untuk
menumbuhkan lembaga penjaminan perlu setoran modal minimum
Rp 10 milyar. Kesulitan untuk mendapatkan modal awal
(equity) disebabkan karena secara esensial perusahaan
penjaminan lebih berorientasi pada non profit dari pada
profit oriented. Karena itu investasi pada perusahaan
penjaminan kredit dianggap kurang memberikan return yang
cepat dan kurang bisa memberikan manfaat langsung dan bahkan
bisa mendatangkan risiko jika tidak dikelola dengan baik.
Hal demikian tidak memberikan daya tarik bagi caloninvestor
swasta. Karena itu unsur permodalan untuk pendirian
diharapkan datang dari pemerintah daerah ataupun pemerintah
pusat baik melalui APBD dan APBN. Secara periodik kapasitas
dan layanan lembaga penjaminan kredit perlu ditingkatkan.
Karena itu setiap tahun diharapkan daerah dapat memasukkan
ke APBD-nya untuk menambah permodalan lembaga penjaminan
kredit agar kapasitas pelayanannya kepada UKM makin
meningkat. Demikian juga untuk memudahkan layanan kepada UKM
nantinya perlu dipikirkan dibukanya unit-unit kantor
pelayanan di tingkat kabupaten/Kota.
2. Kemungkinan
memanfaatkan Dana Persoalan Penjaminan Kredit KUKM dari
Kementerian Koperasi dan UKM yang berasaI dari APBN apakah
bisa digunakan untuk mendukung sebagian pemenuhan equity
minimun bagi pendirian lembaga penjaminan yang akan
dirintis. Persoalan utama
yang dihadapi dalam rangka pemanfaatan Dana Penjaminan
Kredit KUKM dari APBN iebih semata-mata dilihat dari sisi
teknis penganggaran yang belum ada petunjuknya.
Hal ini menyangkut belum jelasnya soal status dana APBN jika
digunakan untuk mendukung equity lembaga penjaminan kredit,
yaitu apakah diletakkan sebagai hibah, modal penyertaan atau
dana bergulir. Jika statusnya sudah jelas, maka ganjalan
untuk pemenuhan setoran modal minimun untuk pendirian
lembaga penjaminan kredit UKM di daerah akan segera
terartasi.
3. Sejauhmana
pemahaman daerah dalam memahami keberadaan lembaga
penjaminan. Sejumlah daerah memahami lembaga penjamin
sebagai perusahaan daerah yang dianggap memberikan manfaat
keuntungan langsung sehingga dapat membantu perolehan
pendapatan asli daerah. Padahal manfaat kehadiran lembaga
penjamin hanya dirasakan secara tidak langsung. Manfaat
tidak langsung ini dapat dihitung dari sejumlah UKM yang
mendapatkan kredit dari bank yang dijamin oleh lembaga
penjamin, maka dengan sendirinya kinerja usaha UKM akan
meningkat. Apabila kinerja UKM tersebut meningkat, maka
diharapkan pemasukan pajak akan meningkat yang selanjutnya
akan memberikan masukan bagi pendapatan asli daerah
sekaligus menggerakkan ekonomj daerah. Sedangkan manfaat
langsungnya berupa perolehan fee/jasa penjaminan dari UKM
yang besarnya antara 1 ,S % -2 % per tahun.
4. Sejauhmana
manfaat adanya penjaminan kredit (Guarantee Fund) ?
Manfaat utama adanya skim penjaminan adalah meningkatkan
leverege pinjaman. Dalam istilah kita leverege diartikan
sebagai pengungkit. Contoh : Jika sekarang tersedia uang
sebesar Rp 10 milyar,-. Jika uang itu dipinjamkan langsung
kepada UKM maka uang yang dipinjamkan hanya sebesar Rp 10
milyar. Tetapi jika uang Rp 10 milyar itu dijadikan sebagai
equity lembaga penjaminan kredit, maka dengan equity Rp 10
milyar itu akan dapat digunakan menjamin kredit UKM sebesar
Rp 200 milyar dengan asumsi gearing ratio sebanyak
20kali.
5. Sejauhmana
kebijakan dan kesediaan lembaga keuangan untuk menyalurkan
pinjaman kepada UKM di daerah. Kondisi perbankan nasional
pasca krisis yang kurang sehat menyebabkan tersendatnya
penyaluran kredit ke UKM. Kondisi ini diperparah oleh
kebijakan moneter yang ketat dari Bank Sentral serta trauma
bank dalam menghadapi kredit macet menyebabkan bank sangat
bertindak prudent dalam menyalurkan kredit kepada UKM.
Sebagai akibat dari keadaan
dunia perbankan yang kurang memberikan ekspansi kredit, maka
pangsa pasar lembaga penjamin juga sangat rendah.
6. Sejauhmana
potensi usaha kecil dan menengah terhadap permintaan kredit
kepada lembaga keuangan. Jumlah UKM yang begitu banyak di
Indonesia (sekitar 40 juta) dan menyebar di seluruh pelosok
tanah air merupakan potensi pasar yang besar dari lembaga
penjaminan kredit. Dengan jumlah potential clients yang
banyak itu, lembaga penjamian kredit dapat secara leluasa
memilih UKM yang eligible untuk ikut dalam progam
penjaminan.
7. Sejauhmana
tingkat risiko yang bisa diperkirakan dapat menjaga
kesinambungan lembaga penjamin pasca pendirian. Lembaga
penjaminan perlu melakukan kalkulasi atas risiko yang bakal
dipikulnya. Di Indonesia
berlaku gearing ratio sebanyak 20 kali atau dengan kata lain
lembaga penjamin kredit hanya bisa memikul risiko sebanyak 5
%. Hal ini dapat diilustrasikan jika modal
lembaga penjamin sebesar Rp 10 milyar, maka lembaga
penjaminan tersebut maksimum dapat menjamin kredit perbankan
Rp 200 milyar (gearing ratio 20 kali) dengan demikian jika
seluruh kredit yang dijamin macet 5 %, maka lembaga penjamin
tersebut harus membayar klaim kepada bank sebanyak Rp 10
milyar. Ini artinya lembaga penjaminan tersebut akan
kehabisan modal. Hal yang lain yang menjadi pertanyaan
adalah bilamana lembaga penjaminan kredit mengalami
kerugian, siapa yang akan menutup kerugian ? Oi sejumlah
negara kerugian lembaga penjaminan ditutup dengan modal
penyertaan yang diambil dari budget pemerintah daerah.
8. Sejauhmana
tingkat kesiapan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh
daerah. Tersedianya sumberdaya manusia yang memiliki
keahlian dan kompetensi yang cukup merupakan jaminan bagi
kelangsungan hidup lembaga penjaminan kredit yang baru
didirikan. Lembaga penjaminan kredit dapat memanfaatkan
tenaga ahli yang berpengalaman dalam asuransi, ataupun
mengirimkan calon pengelola lembaga penjaminan untuk
mengikuti magang atau pendidikan di luar negeri. Lembaga
penjaminan kredit juga dapat mengangkat manajer atau direksi
yang memiliki pengalaman dalam mengelola lembaga penjaminan.
9. Sejauhmana
kehadiran lembaga penjamin dapat dipercaya atau diterima
aleh lembaga keuangan. Kepercayaan dunia perbankan sangat
penting. Tanpa adanya kepercayaan perbankan, maka keberadaan
lembaga penjaminan tidak ada artinya. Kepercayaan bank
kepada lembaga penjaminan dapat meningkat jikalau lembaga
penjaminan tersebut mampu membayar klaim atas kredit yang
dijamin. Kepercayaan bank juga akan meningkat jika modal
lembaga penjaminan semakin besar dan dikelola secara
profesional.
6. Penutup
Besarnya
keinginan dan upaya untuk segera mewujudkan berdirinya
lembaga penjaminan kredit KUKM di daerah merupakan wujud
.nyata dari perhatian pemerintah pusat dan daerah dalam
mengembangkan usaha KUKM. Oleh karena itu semua pihak perlu
memberikan apresiasi dan dukungan terhadap upaya tersebut.
Upaya pendirian
perusahaan penjaminan kredit daerah baru memasuki tahapan
persiapan menyiapkan setoran modal minimun. Namun belajar
dari pengalaman yang ada, bahwa mengoperasikan perusahaan
penjaminan bukan semata-mata menyiapkan cukup tidaknya modal
yang dimiliki, tetapi harus disiapkan sumberdaya manusia,
kepercayaan bank, serta kesiapan teknis opeprasional lainnya
yang tampaknya tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat
oleh para calon pendiri lembaga penjaminan kredit daerah..