PROSPEK RINTISAN LEMBAGA PENJAMINAN KREDIT DAERAH

Oleh: A. Junaidi, SE, ME
D
i negara kita sesungguhnya sejak lama telah beroperasi perusahaan penjaminan, yaitu Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum Sarana) yang awal mulanya merupakan Perusahaan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) yang didirikan tahun 1971 serta PT. Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia (PT. PKPI) mewakili perusahaan swasta didirikan tahun 1995-an dimana bisnis utamanya adalah menjamin kredit UKM, dan koperasi. Sela!n itu masih ada perusahan asuransi kredit yaitu PT Askrindo didirikan 1971 yang menyelenggarakan penjaminan dalam bentuk financial Guarentee antara lain Surety Bond, Customs Bond, dan Asuransi Kredit Perdagangan.
Dahulu Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) merupakan BUMN bernaung dibawah Departemen Transmigrasi, Koperasi dan Tenaga Kerja. Tugas utama LJKK adalah menjamin skim kredit yang disalurkan kepada koperasi. Sejarah mencatat bahwa sejak berdirinya LKJJ telah banyak memberikan bantuan kepada koperasi dalam hal penjaminan sehingga citra koperasi di masyarakat menjadi baik. Selanjutnya untuk lebih mengembangkan kemampuan keuangan koperasi sekaligus menyehatkan beroperasinya lembaga penjaminan, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51/1981 dibentuklah Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi. Selanjutnya sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2000, nama Perum PKK diubah menjadi Perum Sarana Pengembangan Usaha dengan harapan dapat menjangkau sasaran tidak hanya koperasi tapi juga dapat menjangkau pelayanan bagi Usaha Kecil dan Menengah. Sekarang Perum sarana berada dibawah naungan Kantor Meneg BUMN.
Tanpa mengecilkan arti kehadiran perusahaan penjamin di Indonesia bagi pengembangan KUKM yang selama ini dirasakan cukup membantu, maka dari sini jumlah dan kemampuan jangkauan pelayanan masih dirasa sangat terbatas. Oleh karena itu menjadi tugas kita bersama untuk memperbanyak tumbuhnya lembaga penjamin di berbagai daerah dengan harapan dapat melayani KUKM yang jumlahnya mencapai lebih 40 juta unit dan tersebar di seluruh pelosok tanah air.  
Pengalaman Beberapa Negara  
Di Asia penyelenggaraan usaha asuransi dan penjaminan seringkali disebut pelengkap kredit (credit supplements). Sebagian besar organisasi asuransi dan penjaminan kredit di Asia menjadi anggota The Asian Credit Suplementation Institution Confederation (ASCIC). Sebagian besar dari ke empat belas anggotanya berasal dari sektor institusi publik. Anggota dari Indonesia adalah PT ASKRINOO dan Perum Sarana.
Hampir semua negara di dunia ini telah mengoperasikan sistem penjaminan kredit bagi UKM. Jepang merupakan salah satu contoh negara yang menyelenggarakan sistem penjaminan dengan baik.
Di Jepang implementasi penjaminan kredit diselenggarakan oleh Credit Guarantee System yang diselenggarakan oleh Credit Guarantee Corporation Jepang (CGCS) dan Credit Insurance System (CIC) yang diselenggarakan Small Business Credit Insurance Corporation dengan mengansuransikan jaminan tersebut. Di Jepang terdapat 52 lembaga penjaminan kredit (CGCS) disetiap Prefecture (semacam kabupaten).
Di Taiwan peranan UKM, dalam perekonomian sangat menonjol dan dominan begitu hebatnya, sehingga di Taiwan diibaratkan sebagai the Kingdom "of SMEs. Kuatnya posisi UKM di Taiwan disebabkan oleh perhatian pemerintah yang sangat besar dalam menciptakan iklim usaha yang disertai berbagai bantuan penguatan yang mendorong pertumbuhan dan kemajuan UKM. Salah satu kebijakan Pemerintah yang turut mempercepat tumbuh kembangnya UKM di Taiwan adalah dibentuknya Small and Medium Business Credit Guarantee Fund (SMBCGF) pada tanggal 9 Juli 1974.
Pembentukan lembaga penjamin kredit bagi UKM (SMBCGF) di Taiwan dimaksudkan untuk mengatasi kendala yang dihadapi UKM dalam akses permodalan karena tidak memiliki kolateral yang cukup untuk memperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan (perkreditan). Adanya SMBCGF ini sangat membantu UKM yang potensial untuk berkembang lebih cepat.
Dalam sistem penjaminan kredit di Taiwan, SMBCGF berfungsi sebagai penjamin atas kredit yang diberikan oleh lembaga-lembaga keuangan seperti Lembaga Keuangan non-Bank, Bank Swasta, Lembaga Trust dan Investasi bagi UKM dan sebagainya. Pengalaman menarik dari Taiwan ini yang sampai sekarang masih berlangsung dengan baik adalah terjalinnya hubungan antara SMBCGF yang berorientasi non profit dengan lembaga-lembaga keuangan yang berorientasi profit dalam membantu UKM.
Sistem penjaminan kredit bagi UKM ini didasarkan atas risk sharing di mana SMBCGF menanggung risiko yang lebih besar, sedangkan pihak pemberi kredit menanggung risiko yang lebih kecil. Dalam melaksanakan penjaminan, SMBGF bekerjasama dengan berbagai lembaga keuangan bank dan non bank. Ruang lingkup kerjasama tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1) Permohonan jaminan kredit diskrining dan diteliti terlebih dahulu oleh lembaga keuangan penyedia kredit.
2) Jika permohonan tersebut dinilai memenuhi ketentuan dan persyaratan SMBCFG maka lembaga keuangan dimaksud boleh memberikan kredit berdasarkan batas limit kewenangan yang diberikan SMBCGF.
3) Namun jika permohonan melampaui batas limit yang ditentukan maka lembaga keuangan menyerahkan dokumen-dokumen permohonan disertai laporan keuangan hasil investigasinya kepada SMBCGF untuk diteliti lebih lanjut.
4) Biasanya jaminan kredit yang diberikan sekitar 50% -90%, dan rata-rata sebesar 80%, dan hal ini sangat tergantung pada kinerja bisnis UKM atau dilihat juga dari catatan rekor kreditnya.
5) Dalam sistem penjaminan kredit ini 80% dijamin SMBNGF dan 20% sisanya menjadi tanggungan lembaga keuangan.
Di Australia untuk memfasilitasi penjaminan kredit bagi UKM tetah didirikan Small Business Development Corporation (SBDC – Koperasi Pengembangan Usaha Kecil). SBDC menjalankan program atas nama pemerintah Australia Barat dan dibentuk sebagai respons atas undang-undang jaminan usaha kecil (Small Business Guarantees Act) tahun 1984. SBDC menyelenggarakan program jaminan pemerintah Australia Barat bagi usaha kecil untuk menutup 90% kekurangan jaminan untuk pendanaan dari bank.
Selain itu, penjaminan juga diberikan oleh kelompok swasta. Kontraktor utama atau Perusahaan "Bapak Angkat" sering menjamin kredit atas anak angkatnya. Tiga LSM internasional besar memiliki program dalam kredit mikro dan kecil seperti Women's World Banking, ACCION International dan FUNDES, ketiganya berperan aktif dalam mendukung mekanisme penjaminan untuk pinjaman UKM. Beberapa yayasan dan gereja di AS serta negara lain menggunakan dana mereka untuk menjamin terutama untuk penjamjnan perumahan.
Variasi lain dikenal dengan penjaminan bersama (mutual guarantee). Beberapa pengusaha menciptakan suatu dana untuk menjamin bersama bagi setiap pinjaman. Kenyataannya hampir di semua tempat, skim penjaminan seperti itu membutuhkan peranan yang besar dari pemerintah. Hal semacam itu ternyata sangat populer dan sukses di Eropa. Seringkali usaha-usaha seperti itu belum sukes dilakukan di negara lain.
Penjaminan bersama (mutual guarantee) jangan yang dicampuradukan dengan kelompok yang dinilai "bertanggung jawab" terlibat dalam skim kecil dan mikro, termasuk pinjaman untuk pertanian. Di dalam program ini, anggota kelompok peminjam memiliki tanggung jawab bagi yang !ain (tanggung renteng). Ini mirip dengan kelompok atau perkumpulan penabung yang bertanggung jawab untuk pinjaman tersebut (sehingga merupakan suatu penjaminan partial kepada peminjam). Kenyataan menunjukkan, bilamana sebuah anggota kelompok gagal maka semua anggota kelompok tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjamam berikutnya. Jumlah yang terlibat dalam skim variasi sangat banyak dan detailnya amat bervariasi tetapi hampir semua dari mereka melibatkan penjaminan serupa, ketimbang menjamin secara penuh pemulihan pinjaman macet (credit recovery) tehadap semua anggota kelompok, walaupun secara normal hal tersebut dapat dipraktekkan. 
Pengertian, Tujuan dan Karakteristik Penjaminan 
Penjaminan dan asuransi sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda. Tetapi dalam praktek seringkali sulit membedakan atas kedua pengertian itu. Penjaminan keuangan adalah sebuah perjanjian pihak ketiga untuk menutup sebagian dari potensi kerugian kepada yang meminjamkan atas suatu pinjaman bilamana pinjaman tersebut tidak dibayar penuh. Sebuah jaminan hutang mirip dengan asuransi kredit, dan sulit dibedakan dengan seperti penjaminan yang berhubungan dengan penaksiran sebelum penetapan asuransi(actuarially) . Karakteristik penjaminan ditandai oleh tiga hal utama : 
1)     Biaya Penjaminan
Biaya penjaminan mencakup biaya administrasi dan biaya-biaya yang diperlukan di dalam penjaminan, seperti biaya pembayaran kerugian. Kedua biaya tersebut biasanya dijadikan pertimbangan di dalam banyak kasus. Besar kecilnya biaya penjaminan ditentukan antara lain:
b.      Biaya penjaminan bisa sangat tinggi bilamana perusahaan penjaminan harus melakukan seluruh analisis kredit dari lembaga kredit, dari pada sebatas meriview sekedar untuk menegaskan (affirming). Pada kasus Jepang dan Korea, lembaga penjaminan melakukan proses penilaian pendahuluan, dan kemudian berlanjut kepada lembaga kredit untuj dilakukan pertimbangan. Sehingga pada biaya administrasi penjaminan dapat dikurangi.
c.      Biaya penjaminan akan berkurang sebagai dampak dan tercapainya efisiensi kolektif. Pada kasus dimana peran kelompok koperasi, LSM dapat berjalan semestinya, maka penyelenggaraan peminjaman dengan melibatkan organisasi-organisasi itu barangkali dapat menurunkan biaya lembaga kredit.
d.      Biaya penjaminan juga tergantung dari besarnya skala kredit nilai yang akan dijamin. Penjaminan dapat dibedakan sampai pada mereka yang menjamin kredit (80-100)% dari pinjaman. Kasus-kasus ini umumnya terjadi di AS dan Eropa. Lembaga penjaminan melakukan analisis secara menyeluruh terhadap kredit untuk setiap pinjaman. Namun demikian penjaminan secara penuh (full guarantee) banyak yang menentangnya. Hal ini disebabkan leverege menjadi lebih rendah. Selain itu beberapa lembaga kredit tidak memiliki uang tagihan (financial stake) atas pinjaman yang lamban proses penagihan kredit. Dilain pihak, penjaminan dengan persentase skala sangat kecil tidak mungkin menjadi insentif yang berarti untuk membuat pinjaman. Hampir tidak ada skim penjaminan yang menyediakan kurang dari 50 % penjaminan. Kenyataannya 50% penjaminan merupakan norma umum yang berlaku di negara-negara berkembang.
e.      Penjaminan juga dapat dibedakan pada syarat eligibilitas dan hal itu sangat berkaitan dengan besarnya biaya administrasi yang harus dikeluarkan. Sebagai indikasi, bila lembaga penjaminan menanggung seluruh biaya evaluasi, maka biaya penjaminan menjadi sangat tinggi. Bilamana hal itu dilakukan dengan mengandalkan penilaian bank yang sesimpel mungkin, maka dengan sendirinya akan menimbulkan risiko tinggi. Beberapa skim penjaminan mencoba melindungi dirinya berdasarkan pengalaman lembaga kredit atas pemulihan suatu kredit, dalam menentukan kesanggupan (eligibility) lembaga kredit yang akan berpartisipasi dalam program penjaminan.
f.        Penjaminan juga membedakan di dalam biaya yang dibebankan kepada peminjam. Beberapa penjamin dibiayai sendiri secara penuh. Debitur membayar fee pinjaman mencakup seluruh biaya penjaminan yang diekspektasi untuk level kegagalan. Pada kasus yang ekstrim, debitur tidak membayar apapun dan mendapatkan pinjaman secara cuma-cuma. Profit yang paling besar untuk penjamin adalah bila menjamin secara penuh, dan dalam hal ini banyak skim penjaminan pemerintah dapat menutup sebagian besar biaya. Studi terhadap 71 program menunjukkan, tidak ada satupun yang dapat menutup seluruh biaya penjaminan dari pendapatan feenya. Sejumlah skim penjaminan juga menutup biaya mereka yang terdiri dari kombinasi fee, pemulihan pinjaman macet/ penagihan piutang subrogasi (credit recovery). Di lain pihak, seluruh biaya penjaminan mungkin dapat menjadi sangat tinggi, sehingga di dalam beberapa kasus menjadi tidak layak untuk difasilitasi melalui skim penjaminan.
g.      Tingkat fee penjaminan sangat beragam mulai dari (1-6)% atau tergantung pada persetujuan waktu penjaminan atau atas dasar tahunan. India mengenakan 3% (untuk penjaminan 50%.), Malaysia dan Israel 1%, SBA Amerika Serikat mengenakan fee sebesar 2% sesuai dengan persetujuan waktu penjaminan. Di Indonesia fee penjaminan berkisar (1 -2) % per tahun. 
1)     Leverage atau gearing ratio 
Secara garis besar, penjaminan memiliki dua kemungkinan tujuan. Pertama, bertujuan meningkatkan seluruh volume peminjaman dengan cara meningkatkan leverege atau gearing ratio. Leverage atau gearing ratio dalam penjaminan dapat diilustrasikan sebagai berapa kali kekuatan pengungkit atas equity yang dimiliki perusahaan penjaminan untuk menjamin sejumlah kredit UKM kepada lembaga keuangan.
Di Jepang perusahaan penjaminan diperbolehkan melakukan ekspansi penjaminan (gearing ratio) sebesar 50- 60 kali. Pada German Fund leverage perusahaan penjaminan dapat mencapai 26 kali. Dalam sebagian besar kasus yang terjadi pada German Fun.
Di Indonesia gearing ratio perusahaan penjamin dapat mencapai 20 kali atau dengan asumsi non performance loan maksimal 5 %. Artinya jika perusahaan penjamin memiliki modal Rp 10 milyar dan menjamin Rp 200 milyar serta 5% dari UKM yang dijamin macet, maka seluruh modal perusahaan penjamin tersebut akan habis untuk menutup klaim atas kredit macet tersebut. Sebuah studi mengemukakan bahwa sangat sulit memenuhi program penjaminan yang berkelanjutan dengan tingkat kegagalan kredit lebih dari 5 %.
Suatu fenomena yang berhubungan dengan dana penjaminan formal adalah deposito terkait (linked deposits). Di AS deposito terkait ini biasanya bersumber daripada negara bagian yang ditempatkan di bank. Seringkali mendapatkan bunga lebih rendah dari tingkat bunga pasar, sebagai konpensasi bagi bank yang memiliki komitmen untuk membantu UKM pada level tertentu, perumahan atau pinjaman pertanian.
Dalam kasus lain, penjaminan hanya bertujuan membagikan risiko kepada berbagai pihak yang turut terlibat dalam mendukung program itu, misalnya suatu bank untuk meningkatkan pinjaman yang lebih banyak kepada UKM. Contoh : pemerintah bermaksud mendukung bank-bank untuk menyalurkan pinjaman, dan mendukung bank tersebut berbagi risiko. Dengan demikian penjaminan mungkin dapat diperluas walaupun tidak ada leverage ataupun negative leverege bilamana tujuannya adalah mendorong bank untuk memberi pinjaman dimaksud, daripada meningkatkan volume pinjamannya.
Dilain pihak sejumlah skim penjaminan yang lebih besar tidak dibiayai sendiri tetapi memerlukan dana langsung dari pemerintah atau budget proyek bantuan donor. Ini merupakan kasus dengan program penjaminan yang dilakukan oleh Small Business Administration (SBA) di Amerika Serikat. Sejak 1990, penjaminan yang diperoleh dari US Federal Buget harus dihitung penuh sebagai pengeluaran.  
2)     Kredibilitas perusahaan penjaminan 
Kredibilitas perusahaan penjaminan sangat tergantung pada tingkat solvensi yang dimilikinya.Tingkat solvensi perusahaan penjaminan merupakan kesanggupan untuk melunasi hutangnya dari para peminjam jika terjadi kegagalan pembayaran kredit. Tingkat solvensi berkaitan dengan seberapa besar equity dalam bentuk likuid dapat digunakan dalam menalangi kegagalan atas kredit macet yang dijaminnya. Makin baik tingkat solvensi suatu perusahaan penjaminan makin kredibel di mata bank. Makin buruk tingkat solvensi perusahaan penjaminan , makin tidak kredibel di mata bank.
Sumber keuangan dalam rangka meningkatkan solvensi perusahaan penjaminan dapat berasal antara lain dari : fee penjaminan dan penagihan piutang subrogasi serta bantuan dana donor atau pemerintah.
Fee penjaminan merupakan pendapatan perusahaan penjaminan yang dibayar oleh debitur bank yang dijaminnya. Besarnya fee penjaminan biasanya antara 1 -2 % per tahun atau tergantung dari nilai kredit, jangka waktu dan tingkat kegagalan dari suatu usaha.
Piutang subrogasi merupakan hak tagih dari perusahaan penjaminan sebagai akibat dari telah dibayarnya klaim kredit bank. Piutang subrogasi timbul karena sifat pembayaran klaim dari perusahaan penjaminan kepada bank dianggap sebagai talangan. Karena dianggap talangan maka dengan sendirinya perusahaan penjaminan tetap memiliki hak tagih kepada debitur bank. Jika penagihan piutang subrograsi berjalan Iancar, maka perusahaan penjaminan mendapatkan penggantian dana talangan yang telah dibayarkannya kepada bank. Keberhasilan perusahaan penjaminan mengumpulkan piutang subrograsi akan sangat tergantung pada keberhasilan bank dalam melakukan credit recovary
Oi dalam banyak kasus, bank mengalami kesulitan dalam menagih piutang. Seringkali pengumpulannya difasiltasi dengan mendepositokan sejumlah dana terentu dengan pihak yang meminjamkan, disini berlawanan dengan dimana penjaminan dapat dikumpulkan. Kasus semacam ini biasa terjadi pada penjamin swasta, yang memiliki uang tunai deposito dalam jumlah besar.
Kredibilitas juga berhubungan dengan standar administrasi dan efisiensi lembaga penjamin. Sebagai contoh, ambang batas perbedaan yang ada untuk eligibilitas dalam mengklaim penjaminan. Biasanya suatu tingkat upaya pengumpulan harus ditunjukkan dan beberapa skim program penjaminan meminta dilakukannya auditing untuk setiap klaim (tuntutan) atau beberapa contoh dari suatu klaim. Yang terjadi disebutkan terakhir itu biasanya merupakan kasus di dalam program yang menjamin secara otomatis seluruh katagori klaim. Secara ekstrem skim penjamin menuntut dilakukan eksekusi putusan pengadilan atau keputusan pengadilan yang menetapkan kebangkrutan. Lebih dari kebiasaan yang normal, beberapa periode harus melewati masa jatuh tempo. Ini bisa dimulai dari 15 hari dalam satu skim penjaminan seperti di Solvenia dan hingga 15 bulan di Malaysia. Periode lebih pendek merupakan kasus yang biasa. Banyak penjaminan dipicu oleh reklasifikasi bank-bank dari pinjaman yang terkait telah jatuh tempo sesuai dengan standar supervisi.
Krisis kepercayaan bank terhadap perusahaan penjaminan di di negara kita kelihatannya sangat serius. Krisis kepercayaan ini bermula dari ketidakmampuan perusahaan penjaminan menyelesaikan pembayaran klaim kepada bank terutama yang berkaitan dengan penyelesaian kredit program yang kebanyakan macet. Krisis kepercayaan juga dipicu oleh rumitnya birokrasi dalam penyelesian klaim, tingginya fee penjaminan, serta waktu penyelesaian klaim yang dianggap terlalu lama. Sehingga ungkapan " Fee is Obligatory but claim is optional" suatu sindiran yang tepat untuk perusahaan penjaminan di negara kita. 
Potensi Pasar  
Secara teoritis terdapat peluang cukup besar untuk merintis tumbuhnya lembaga penjamin kredit kredit di daerah. Hal ini mengingat permintaan kredit di Indonesia masih cukup tinggi. Tingginya permintaan kredit dapat diartikan sebagai besarnya potensi pasar bagi lembaga penjamin.
Diagram dibawah ini mengilustrasikan pangsa pasar lembaga penjaminan kredit. Memperhatikan diagram, terutama kuadran IV maka yang menjadi pasar lembaga penjaminan kredit adalah UKM atau Koperasi yang mengajukan kredit ke Bank dengan menunjukkan usahanya sangat layak tetapi tidak memiliki agunan yang cukup.
Rintisan Lembaga Penjaminan Kredit di daerah 
Sejak ditandatangai Surat Keputusan Bersama antara Menegkop dan UKM dengan Menteri Dalam Negari dan Otoda tahun 2000, peluang untuk merintis tumbuhnya lembaga penjamin daerah semakin besar. Hal ini terlihat pula dari besarnya minat daerah untuk segera merintis tumbuhnya lembaga penjaminan kredit di daerah. Peluang untuk merintis tumbuhnya lembaga penjamin di daerah juga semakin besar bersamaan dengan adanya program penyediaan Dana Penjaminan Kredit KUKM tahun 2002 dan Dana MAP Pola Penjaminan Tahun Angggaran 2001 dari eks. BPS-KUKM dan Dana Penjaminan
Kredit dari Kementerian KUKM tahun Anggaran 2003 sebesar Rp. 95 Miliar serta kesediaan sejumlah daerah menyediakan dana untuk pendirian lembaga penjaminan kredit di daerah. Saat ini terdapat beberapa Dinaskop dan UKM tingkat Provinsi yang mendorong tumbuhnya lembaga penjaminan kredit UKM di daerah. Daerah-daerah tersebut antara lain: Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Yogyakarta, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sejauh ini masih terdapat beberapa persoalan mendasar yang perlu mendapatkan upaya pemecahan lebih lanjut terutama yang menyangkut aspek-aspek berikut ini : 
1. Persoalan pemenuhan setoran modal minimum dalam rangka pendirian lembaga penjaminan kredit UKM di di daerah. Mengingat untuk menumbuhkan lembaga penjaminan perlu setoran modal minimum Rp 10 milyar. Kesulitan untuk mendapatkan modal awal (equity) disebabkan karena secara esensial perusahaan penjaminan lebih berorientasi pada non profit dari pada profit oriented. Karena itu investasi pada perusahaan penjaminan kredit dianggap kurang memberikan return yang cepat dan kurang bisa memberikan manfaat langsung dan bahkan bisa mendatangkan risiko jika tidak dikelola dengan baik. Hal demikian tidak memberikan daya tarik bagi caloninvestor swasta. Karena itu unsur permodalan untuk pendirian diharapkan datang dari pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat baik melalui APBD dan APBN. Secara periodik kapasitas dan layanan lembaga penjaminan kredit perlu ditingkatkan. Karena itu setiap tahun diharapkan daerah dapat memasukkan ke APBD-nya untuk menambah permodalan lembaga penjaminan kredit agar kapasitas pelayanannya kepada UKM makin meningkat. Demikian juga untuk memudahkan layanan kepada UKM nantinya perlu dipikirkan dibukanya unit-unit kantor pelayanan di tingkat kabupaten/Kota.
2. Kemungkinan memanfaatkan Dana Persoalan Penjaminan Kredit KUKM dari Kementerian Koperasi dan UKM yang berasaI dari APBN apakah bisa digunakan untuk mendukung sebagian pemenuhan equity minimun bagi pendirian lembaga penjaminan yang akan dirintis. Persoalan utama yang dihadapi dalam rangka pemanfaatan Dana Penjaminan Kredit KUKM dari APBN iebih semata-mata dilihat dari sisi teknis penganggaran yang belum ada petunjuknya. Hal ini menyangkut belum jelasnya soal status dana APBN jika digunakan untuk mendukung equity lembaga penjaminan kredit, yaitu apakah diletakkan sebagai hibah, modal penyertaan atau dana bergulir. Jika statusnya sudah jelas, maka ganjalan untuk pemenuhan setoran modal minimun untuk pendirian lembaga penjaminan kredit UKM di daerah akan segera terartasi.
3. Sejauhmana pemahaman daerah dalam memahami keberadaan lembaga penjaminan. Sejumlah daerah memahami lembaga penjamin sebagai perusahaan daerah yang dianggap memberikan manfaat keuntungan langsung sehingga dapat membantu perolehan pendapatan asli daerah. Padahal manfaat kehadiran lembaga penjamin hanya dirasakan secara tidak langsung. Manfaat tidak langsung ini dapat dihitung dari sejumlah UKM yang mendapatkan kredit dari bank yang dijamin oleh lembaga penjamin, maka dengan sendirinya kinerja usaha UKM akan meningkat. Apabila kinerja UKM tersebut meningkat, maka diharapkan pemasukan pajak akan meningkat yang selanjutnya akan memberikan masukan bagi pendapatan asli daerah sekaligus menggerakkan ekonomj daerah. Sedangkan manfaat langsungnya berupa perolehan fee/jasa penjaminan dari UKM yang besarnya antara 1 ,S % -2 % per tahun.
4. Sejauhmana manfaat adanya penjaminan kredit (Guarantee Fund) ? Manfaat utama adanya skim penjaminan adalah meningkatkan leverege pinjaman. Dalam istilah kita leverege diartikan sebagai pengungkit. Contoh : Jika sekarang tersedia uang sebesar Rp 10 milyar,-. Jika uang itu dipinjamkan langsung kepada UKM maka uang yang dipinjamkan hanya sebesar Rp 10 milyar. Tetapi jika uang Rp 10 milyar itu dijadikan sebagai equity lembaga penjaminan kredit, maka dengan equity Rp 10 milyar itu akan dapat digunakan menjamin kredit UKM sebesar Rp 200 milyar dengan asumsi gearing ratio sebanyak 20kali.
5. Sejauhmana kebijakan dan kesediaan lembaga keuangan untuk menyalurkan pinjaman kepada UKM di daerah. Kondisi perbankan nasional pasca krisis yang kurang sehat menyebabkan tersendatnya penyaluran kredit ke UKM. Kondisi ini diperparah oleh kebijakan moneter yang ketat dari Bank Sentral serta trauma bank dalam menghadapi kredit macet menyebabkan bank sangat bertindak prudent dalam menyalurkan kredit kepada UKM. Sebagai akibat dari keadaan dunia perbankan yang kurang memberikan ekspansi kredit, maka pangsa pasar lembaga penjamin juga sangat rendah.
6. Sejauhmana potensi usaha kecil dan menengah terhadap permintaan kredit kepada lembaga keuangan. Jumlah UKM yang begitu banyak di Indonesia (sekitar 40 juta) dan menyebar di seluruh pelosok tanah air merupakan potensi pasar yang besar dari lembaga penjaminan kredit. Dengan jumlah potential clients yang banyak itu, lembaga penjamian kredit dapat secara leluasa memilih UKM yang eligible untuk ikut dalam progam penjaminan.
7. Sejauhmana tingkat risiko yang bisa diperkirakan dapat menjaga kesinambungan lembaga penjamin pasca pendirian. Lembaga penjaminan perlu melakukan kalkulasi atas risiko yang bakal dipikulnya. Di Indonesia berlaku gearing ratio sebanyak 20 kali atau dengan kata lain lembaga penjamin kredit hanya bisa memikul risiko sebanyak 5 %. Hal ini dapat diilustrasikan jika modal lembaga penjamin sebesar Rp 10 milyar, maka lembaga penjaminan tersebut maksimum dapat menjamin kredit perbankan Rp 200 milyar (gearing ratio 20 kali) dengan demikian jika seluruh kredit yang dijamin macet 5 %, maka lembaga penjamin tersebut harus membayar klaim kepada bank sebanyak Rp 10 milyar. Ini artinya lembaga penjaminan tersebut akan kehabisan modal. Hal yang lain yang menjadi pertanyaan adalah bilamana lembaga penjaminan kredit mengalami kerugian, siapa yang akan menutup kerugian ? Oi sejumlah negara kerugian lembaga penjaminan ditutup dengan modal penyertaan yang diambil dari budget pemerintah daerah.
8. Sejauhmana tingkat kesiapan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh daerah. Tersedianya sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dan kompetensi yang cukup merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup lembaga penjaminan kredit yang baru didirikan. Lembaga penjaminan kredit dapat memanfaatkan tenaga ahli yang berpengalaman dalam asuransi, ataupun mengirimkan calon pengelola lembaga penjaminan untuk mengikuti magang atau pendidikan di luar negeri. Lembaga penjaminan kredit juga dapat mengangkat manajer atau direksi yang memiliki pengalaman dalam mengelola lembaga penjaminan.
9. Sejauhmana kehadiran lembaga penjamin dapat dipercaya atau diterima aleh lembaga keuangan. Kepercayaan dunia perbankan sangat penting. Tanpa adanya kepercayaan perbankan, maka keberadaan lembaga penjaminan tidak ada artinya. Kepercayaan bank kepada lembaga penjaminan dapat meningkat jikalau lembaga penjaminan tersebut mampu membayar klaim atas kredit yang dijamin. Kepercayaan bank juga akan meningkat jika modal lembaga penjaminan semakin besar dan dikelola secara profesional. 
6. Penutup 
Besarnya keinginan dan upaya untuk segera mewujudkan berdirinya lembaga penjaminan kredit KUKM di daerah merupakan wujud .nyata dari perhatian pemerintah pusat dan daerah dalam mengembangkan usaha KUKM. Oleh karena itu semua pihak perlu memberikan apresiasi dan dukungan terhadap upaya tersebut.
Upaya pendirian perusahaan penjaminan kredit daerah baru memasuki tahapan persiapan menyiapkan setoran modal minimun. Namun belajar dari pengalaman yang ada, bahwa mengoperasikan perusahaan penjaminan bukan semata-mata menyiapkan cukup tidaknya modal yang dimiliki, tetapi harus disiapkan sumberdaya manusia, kepercayaan bank, serta kesiapan teknis opeprasional lainnya yang tampaknya tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat oleh para calon pendiri lembaga penjaminan kredit daerah..